Problematika Hukum Ganti Kelamin Bagi Kaum Transgender

Adanya isu transgender baru-baru ini timbul kepermukaan semenjak seroang artis bernama Lucinta Luna alias Muhammad Fattah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pengajuan Permohonan ini berisi tentang permintaan pengubahan jenis kelamin menjadi perempuan sekaligus pergantian nama menjadi Ayluna Putri. Hal ini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat karna seorang publik figur yang mengaku sebagai seorang wanita tulen ternyata seroang lelaki.

Pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Seperti fenomena yang terjadi dari kisah Lucinta Luna atau Muhammad Fattah diatas , kenyataannya ada kelainan atau ketidakjelasan jenis kelamin (intersex). Namun, banyak orang yang dilahirkan tidak sempurna yang memunculkan situasi gundah dan diskriminatif. Bagi masyarakat Indonesia, transgender ini dianggap hal yang tabu karena pelaku transgender dianggap melanggar dan ingin mengubah kodratnya.

Pergantian jenis kelamin atau transgender dikenal sejak adanya metode DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) untuk melacak beberapa gejala seperti perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental. Tetapi tidak semua orang bisa melakukan operasi pergantian kelamin, hal ini hanya dapat dilakukan operasi perubahan kelamin sesuai standar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang terlbih dahulu harus melakukan observasi dengan tes psikolog, tes hormonal, tes kepribadian, tes kesehatan yang dilakukan oeh alih psikiater. Setelah melakukan semua rangkaian tersebut dikatakan layak , maka barulah dapat melakukan perubahan kelamin.

Dari segi hukum, pengaturan mengenai prosedur pergantian jenis kelamin atau transgender di Indonesia belum ada yang mengatur hal tersebut. Tetapi adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Apen) didalam pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa :

“Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.”

Pernyataan pasal tersebut memang menyebutkan pergantian jenis kelamin tidak masuk dalam kategori peristiwa penting sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. Namun pergantian jenis kelamin terdapat dalam pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Apen) yang menyatakan bahwa :

“Pencatatan Peristiwa Penting lainnya dilakukan oleh Peja Pencatatan Sipil atas permintaan Penduduk yang bersangku setelah adanya putusan pengadilan negeri yang te memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Pengertian peristiwa penting lainnya seperti peristiwa yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri untuk dicatat pada Instansi Pelaksana, salah satunya perubahan jenis kelamin. Jadi, apapun peristiwa penting yang terjadi baik itu merubah jenis kelaminnya, merubah, mengganti atau menambah indetitasnya harus didahului dengan penetapan Pengadilan.

Apabila seseorang melakukan pergantian kelamin tanpa ada penetapan Pengadilan, maka hal ini tidak diakui oleh hukum karnaakan ada perbedaan antara data dan fakta hukum. Dari sisi hukum waris atau pernikahan maka dimata hukum seseorang tersebut tetap sesorang laki-laki atau perempuan yang terdaftar pada masing-masing Kartu tanda pengenalnya. Oleh sebab itu, pergantian jenis kelamin ini harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang ada di Indonesia agar suatu saat mendapat kepastian hukum akan perubahannya.

Sumber Hukum : Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Apen)
Anda mungkin juga berminat