Pengaturan Hukum Mengenai Outsourcing

Sumber foto : https://www.nimble.com/blog/wp-content/uploads/2015/02/shutterstock_794992498-730×411.jpg

Secara umum dalam Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsorcing, tetapi pengertian outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dapat kita baca didalam Pasal 64 yang menyatakan bahwa :

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Oleh sebab itu, perusahaan Outsourcing merupakan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yang diperlukan oleh perusahaan pengguna jasa dengan pembayaran sejumlah uang dan upah atau gaji tetap yang dibayar oleh perusahaan penyedia jasa. Pihak-pihak yang terkait terhadap pelaksanaan outsourcing yaitu penyedia tenaga kerja, perusahaan pengguna tenaga kerja serta tenaga kerja outsourcing tersebut. Dengan banyaknya pihak yang terlibat, maka dibuatlah aturan agar para pihak-pihak ini tidak ada menimbulkan kerugian terutamanya tenaga kerja outsourcing.

Mengatur mengenai persyaratan perusahaan yang menyediakan tenaga kerja outsourcing menurut Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan agar terlindunginya kepentingan para pihak yang terlibat didalam perjanjian outsourcing apalagi secara langsung tenaga outsourcing yang biasanya berada pada posisi yang lemah. Persyaratan ini dapat kita lihat didalam Pasal 65 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa :

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
  2. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
  3. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
  4. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(2) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(3) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(5) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(6) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(8) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Adapun hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja ini dapat kita lihat didalam pasal 66 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa :

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
  2. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
  3. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
  4. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Sejauh ini pengaturan secara mendetail sanksi pidana bagi penyedia jasa tenaga kerja maupun perusahaan pemberi kerja yang melanggar ketentuan outsourcing sesuai pasal 65 dan pasal 66 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Tetapi sanksi bagi perusahaan penyedia pekerjaan outsourcing yang tidak mendaftatkan perjanjian kerjasama dengan perusahaan pengguna outsourcing akan dicabut saksi pencabutan izin operasionalnya menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.04/MEN/VIII/2013 sebagai pedoman pelaksana dari Permenaker 19 tahun 2012.

Sumber :

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.04/MEN/VIII/2013

Anda mungkin juga berminat