Pencurian Aliran Listrik Merupakan Kejahatan Korupsi
Sumber Foto : https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2017/12/15/919806/670x335/jaringan-tol-listrik-sumatera-ditarget-selesai-semester-i-2018.jpg
Kategori : Putusan Terpilih
Pengadilan Negeri di Tangerang
Nomor Register: 18/Pid/B/1992/PN/TNG
Tanggal Putusan : 13 Mei 1992
Pengadilan Tinggi Jawa Barat
Nomor Register: 114/Pid/1992/PT.Bdg
Tanggal Putusan : 29 September 1992
Mahkamah Agung RI
Nomor Register: 570.K/Pid/1993
Tanggal Putusan : 14 September 1993
Catatan Redaksi:
- Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut:
- Suatu pabrik kertas sebagai pelanggan P.L.N. (Perusahaan Listrik Negara), berdasar kontrak menerima sambungan aliran listrik dengan daya yang sudah ditentukan dalam KWH Meter yang dipasang di gardu pabrik tersebut.
- Direktur Pabrik tersebut bekerjasama dengan mantan karyawan P.L.N. telah memutus zegel , membuka pintu box KWH Meter dan memutarkan, menurunkan angka-angka yang telah tercantum dalam KWH Meter tersebut. Setelah itu KWH Meter ditutup pintunya dan dizegel lagi dengan memakai zegel palsu untuk memberi kesan KWH Meter masih keadaan asli.
- Dengan merubah dan menurunkan angka-angka yang tercantum dalam KWH Meter sesuai dengan angka yang diinginkan Direktur tersebut, dimaksudkan agar supaya dengan angka KWH Meter kecil, maka pembayaran rekening P.L.N. nya pun menjadi kecil pula.
- Perbuatan Direktur Pabrik Kertas yang demikian itu, telah memberikan tambahan kekayaan kepada pribadi Direktur/pabrik tersebut karena pemakaian aliran listrik yang besar, namun kecil pembayarannya, dengan cara angka di KWH Meter telah dirobah secara gelap (tidak sah). Di lain pihak, P.L.N. sebagai Perusahaan Milik Negara, telah menderita kerugian uang yang cukup besar, karena perbuatan Direktur pabrik tersebut.
- Perbuatan semacam ini tidak saja merupakan kejahatan pencurian aliran listrik (eks pasal 362 KUHP), akan tetapi termasuk pula kejahatan Tindak Pidana Korupsi, eks pasal 1 (1) ke 1 sub “a” jo 28 jo 34 (c) dari Undang-Undang No. 3/Tahun 1971.
- Pendirian judex facti yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung tersebut di atas termasuk pula penerapan ketentuan eks pasal 34 (c) U.U. No.3/Tahun 1971 mengenai kewajiban terhukum untuk membayar Uang Pengganti kepada Negara (P.L.N.) sebesar: kerugian uang yang diderita oleh Negara (P.L.N) sebagai akibat Tindak Pidana Korupsi tersebut. Penerapan pasal ini merupakan langkah awal dalam rangka menyelamatkan uang Negara.
- Demikian catatan atas kasus ini