Mogok Kerja Yang Menyalahi Aturan Hukum
Sumber foto : http://cdn2.tstatic.net/pekanbaru/foto/bank/images/ilustrasi-mogok-kerja-ok_20151018_185830.jpg
Kegiatan mogok kerja memang menjadi hak yang dimiliki setiap pekerja karena mogok kerja merupakan suatu wadah yang dilakukan oleh pekerja apabila aksi protes yang dilakukan keperusahaan tidak dipedulikan atau diperhatikan oleh perusahaan. Walaupun menjadi hak pekerja, tetapi sebelum pekerja melakukan mogok kerja hendaklah pekerja mengikuti prosedurnya sesuai aturan dan ketentuan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003. Karena apabila kita tidak melakukannya sesuai aturan yang ada, tidak hanya dipecat atau di lakukan PHK tetapi dapat pekerja dapat di berikan sanksi hukum.
Pengetian Mogok kerja didalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatakan bahwa :
“Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.”
Tindakan mogok kerja ini dapat diartikan sebagai tindakan pekerja yang direncanakan atau dilaksanaan secara bersama-sama dan atau mengatasnamakan serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Dalam melakukan mogok kerja ini, seharusnya pekerja terlebih dahulu memperhatikan atau mencermati ketentuan yang ada karena didalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikatakan dalam pasal 137 Undang-Undnag Ketenagakerjaan bahwa :
“Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”
Oleh sebab itu, sebelum pekerja atau buruh dan serikat buruh melakukan mogok kerja yang sah, tertib dan damai, maka hal-hal yang menjadi syarat pelaksanaan mogok kerja ini dapat kita lihat didalam Pasal 140 ayat (1),(2), dan (3) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa :
(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
Begitu juga terhadap perusahaan, hal-hal yang dapat dilakukan bila mogok kerja yang terjadi bersifat tidak sah atau tidak sesuai dengan syarat yang sudah dijelaskan didalam pasal 140 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan yakni menyatakan :
“Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.”
Akibat yang terjadi apabila mogok kerja tidak memenuhi kualifikasi persyaratan yang ada diatas, diatur didalam Pasal 142 Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyataka bahwa :
“(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Menteri.”
Selain diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat juga didalam pasal 6 dan 7 Kepmenakertrans No.232/MEN/2003 tentang akibat mogok kerja yang tidak sah yang menyatakan bahwa :
Pasal 6
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
(3) Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dianggap mengundurkan diri.
Pasal 7
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
Sumber :
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kepmenakertrans No.232/MEN/2003