Kritik Yang Subversi
Kategori: Putusan Terpilih
Pengadilan Negeri di Yogyakarta
Nomor : 02/Pid/Sus/1989/PNYK
Tanggal : 7 September 1988
pengadilan Tinggi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor : 71/Pid/1989/PTY
Tanggal : 18 Oktober 1988
Mahkamah Agung RI
Nomor : 85.K/Pid/1990/
Tanggal 26 Februari 1990
Catatan:
- Dari putusan Mahkamah Agung RI yang isinya membenarkan putusan Pengadiln Negeri seperti disebutkan diatas, maka kita dapat mengangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut :
1. Klompok Study Sosial bersifat ilmiah yang kegiatannya menyelenggarakan diskusi-diskusi dengan berbagai macam thema diskusi. Topik diskusi ini membahas kenyataan sosial yang ada dewasa ini, dengan melancarkan kritik-kritik sosial, yang cukup tajam atau vokal terhadap Pemerintah. Bilamana kritik sosial yang vokal tersebut dipublisir untuk masyarakat, maka akan dapat menimbulkan akibat terganggunya stabilitas nasional berupa : tumbuhnya rasa permusuhan, pertentangan, perpecahan, kekacauan dikalangan masyarakat luas. Kemungkinan akan timbulnya akibat hari ini, disadari penyaji makalah dalam diskusi tersebut. Kritik sosial yang tidak dapat dibenarkan dalam tatanan masyarakat Indonesia adalah :
– kritik yang tidak rasional.
– Kritik sosial yang disampaikan secara tidak sopan.
– Kritik yang bersifat konfrontatif.
– Kritik yang bertentangan dengan kepentingan Rakyat.
– Kritik yang merusak Kesatuan dan Persatuan Rakyat.
– Kritik yang bertentangan dengan Pancasila.
– Kritik yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan penyaji makalah diskusi, ternyata terpengaruh oleh buku novel karya Pramudya Ananta Toer, yang dilarang oleh Pemerintah, karena berisi ajaran Komunisme. Maka segala kegiatan diskusi kelompok study sosial yang melahirkan kritik sosial, yang memenuhi kriteria tersebut diatas, adalah merupakan : Tindak Pidana Subversi, ex pasal 1 ayat 1 sih 1.c jo pasal 13 U.U 11/PNPS/1963.
2. Apakah masih diperlukan tambahan alat bukti ataukah tidak, disamping bukti yang sudah diajukan di persidangan; hal itu adalah wewenang dari Hakim ketua sidang.
3. Bahwa menurut Fatwa Mahkamah Agung RI tgl. 22 September 1990, tentang : “kewajiban Hakim” untuk mendengarkan para saksi baik, a’charge maupun saksi a’decharge, yang diajukan oleh Jaksa atau terdakwa, sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 160 ayat 1 huruf “C” K.U.H.A.P., maka menurut pendirian Mahkamah Agung : Perkataan “Wajib” dalam pasal tersebut diatas, harus diartikan : sepanjang terhadap para saksi yang telah disetujui oleh Hakim Ketua untuk didengar keterangannya dalam persidangan pengadilan.
4. Pengadilan Tinggi berwenang untuk terus memeriksa secara tuntas perkara yang dimohon banding dengan tidak tergantung pada : ada atau tidak adanya Memorie banding yang diajukan oleh pemohon banding.
- Demikian Catatan Redaksi.
Sumber : Majalah Hukum Varia Peradilan No.63.Tahun. VI. Desember.1990. Hlm.35-36.
Putusan Tersedia : Pengadilan Negeri & Mahkamah Agung RI (Tingkat Kasasi)
“Untuk pemesanan pengetikan kembali naskah putusan/yurisprudensi silahkan menghubungi : WA: 0817250381 dan untuk informasi konsultasi dan mengundang kami, silahkan hub no WA (hanya pesan) : 0811-2881-257 ”