Kesempatan Dalam Kesempitan Dengan Melakukan Pencurian Pada Saat Terjadi Bencana Alam

Sumber foto : https://ichef.bbci.co.uk/news/660/cpsprodpb/2AC0/production/_103644901_hi049658461.jpg

Apabila seseorang bertanya mengenai maukah kita untuk merasakan bencana alam dikota kita? pasti secara otomatis akan menjawab tidak akan mau. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa bencana merupakan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Karena dampak dari bencana alam ini memang mengerikan, apalagi bedampak pada keluarga kita yang bisa saja merenggut nyawa dan menghancurkan apa yang kita miliki. Traumatik yang kita rasakan saat terjadinya gempa, panik yang tidak terbendung, apalagi didaerah yang rawan gempa dan tsunami. Bencana alam yang baru-baru ini terjadi pada tahun 2018 di Palu dan Donggala yang merenggut 2.045 jiwa serta kerugian Rp. 10 Triliun.

Saat terjadinya bencana alam, pasti semua yang kita miliki tidak ada lagi bahkan makanan saja sudah sulit untuk dijumpai. Ribuan saudara kita berserakan diam membisu untuk selamanya. Sebagiannya lagi meregang nyawa dalam runtuhan dan rasa lapar. Mereka menanti doa dan uluran saudara pertiwinya di penjuru bumi Indonesia. Untuk menahan rasa lapar ini, masyarakat di donggala dan palu melakukan penjarahan supermarket untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, yang begitu mengerikannya adalah  mereka menjarah semua supermarket dengan cara membongkar paksa. Karena adanya kejadian ini pihak kepolisian melakukan pengawasan dibeberapa titik supaya tidak terjadinya kericuhan akan penjarahan bahan makanan ini.

Memang didalam hukum pidana terdapat adanya alasan pembenar dan dasar pemaaf apabila seseorang melakukan kejahatan namun tidak dapat dipidana. Hal ini diatur didalam pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa :

“Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.

Pengertian dari daya paksa yang dimaksud didalam pasal 48 KUHP yakni keadaan memaksa yaitu dasar pemaaf yang berarti seorang pelaku dapat dimaafkan meskipun perbuatannya melawan hukum (overmacht) sedangkan keadaan darurat (noodtoestand) yaitu dasar pembenar, yaitu membenarkan perbuatan pelaku sehingga bukan perbuatan yang melawan hukum. Pada kasus penjarahan supermarket ini dilakukan guna mempertahankan hidup, oleh sebab itu perbuatannya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum karena dia harus mempertahankan

sepanjang dilakukan untuk mempertahankan hidup. Karena pada situasi tertentu mereka harus mencuri demi bertahan hidup atau diam saja tidak mencuri dengan resiko mati kelaparan. Tetapi dalam hal ini mencuri sesuai dengan kebutuhannya untuk bertahan hidup atau tidak ada tindakan lain yang dilakukan selain mencuri misalnya saja dengan berburu, memancing atau mengambil hasil kebun mereka. Oleh sebab itu menurut pasal 48 dan pasal 53 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang menyatakan bahwa :

Pasal 48

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi:

d. pemenuhan kebutuhan dasar;

Pasal 53

Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf d meliputi bantuan penyediaan:

a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;

b. pangan;

c. sandang;

d. pelayanan kesehatan;

e. pelayanan psikososial; dan

f. penampungan dan tempat hunian.

Melalui ketentuan diatas, memang warga diberikan akses untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, dan kemudian pemerintah akan bertanggungjawab atas pengadaan kebutuhan dasar tersebut.

Oleh sebab itu, penjarahan bahan makanan untuk pemenuhan kebutuhannya agar tidak kelaparan diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Berbeda halnya apabila masyarakat menjarah produk elektronik bahkan membobol ATM inilah yang tidak diperbolehkan dan disebut dengan tindak pidana pencurian yang diatur didalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa :

  • Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
  • pencurian hewan;
  • pencurian “pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
  • pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
  • pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
  • pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
  • Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut ketentuan diatas sangat jelas diatur, oleh sebab itu bila pencurian dilakukan saat terjadinya bencana alam maka diancam hukuman lebih berat karena pencurian dilakukan saat keadaan darurat hingga memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melakukan pencurian. Apabila ada pencurian yang didaerah kita yang dilakukan saat terjadinya bencana alam, maka pelakunya akan dikenakan pasal tersebut.

Sumber :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana

Anda mungkin juga berminat