Kekuatan Visum Et Repertum Dalam Pembuktian

Sumber Foto : 4medapproved.com

Posisi Kasus: A dihina dan dicaci maki oleh B, bahkan B menjambak dan menampar A. Demi membela dirinya, A mengambil kayu dan memukul lengan dan kaki B. B melaporkan kejadian tersebut ke polsek terdekat dengan pasal penganiayaan disertai bukti visum. Sedangkan A tidak mempunyai bukti bahwa B yang terlebih dahulu menjambak dan menamparnya. Apakah visum merupakan bukti terkuat?

Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini guna untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap – lengkapnya dari suatu perkara pidana. Dalam hal pembuktian ada berbagai macam alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Dalam hukum pidana dikenal beberapa jenis alat bukti. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyatakan:

Alat bukti yang sah ialah:

  1. Keterangan saksi;
  2. Keterangan ahli;
  3. Surat;
  4. Petunjuk;
  5. Keterangan terdakwa.

Menurut Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 “Visum Et Repertum adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya”. Visum et repertum merupakan laporan ahli dan sambil menunjuk LN 1937 -380 RIB/306 melalui ketentuan Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, dan Pasal 187 huruf c KUHAP. Selanjutnya, permintaan keterangan ahli dilakukan penyidik secara tertulis, kemudian ahli yang bersangkutan membuat “laporan” yang berbentuk “surat keterangan” atau visum et repertum.

Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa visum merupakan surat yang dibuat oleh pejabat dan dibuat atas sumpah jabatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, visum masuk dalam kategori alat bukti surat. Dengan demikian visum memiliki nilai pembuktian di persidangan.

Sebenarnya di dalam hukum acara pidana Indonesia tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti terkuat, karena setiap putusan pemidanaan nantinya harus TETAP didasarkan dengan 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim (kecuali untuk acara pemeriksaan cepat, cukup 1 alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim) sehingga bukti visum sebagai alat bukti surat yang diajukan tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan harus dilengkapi dengan alat bukti lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.

Mengingat bahwa A memukul B karena ingin membela diri, menurut ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP disebutkan:

“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lian, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”

Namun, berbicara mengenai hukum harus berdasarkan kepada bukti-bukti yang cukup. Dalam hal ini, untuk A harus dapat membuktikan bahwa si B lah yang memukul A terlebih dahulu. Pembuktiannya tentu saja sama dengan sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP sesuai Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat-alat bukti yang sah, dengan pertimbangan minimal 2 alat bukti terpenuhi.

 

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga berminat