Kasus Ketua S.B.S.I Medan “Menghasut” Aksi Mogok & Unjuk Rasa Buruh

Sumber Foto: https://cdn.medcom.id//dynamic/photos/2015/11/10/17543/1.jpg?w=720

Kategori : Putusan Terpilih

Pengadilan Negeri di Medan :
Nomor Register: 813/Pid.B/1994
Tanggal Putusan : 31 Oktober 1994

Pengadilan Tinggi Sumatra Utara di Medan
Nomor Register : 204/Pid/1994
Tanggal Register : 15 Januari 1995

Mahkamah Agung RI
Nomor Register: 470 K/Pid/1995
Tanggal Putusan : 15 Juni 1995

Catatan Redaksi:

  • Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas dapat diangkat “Abstrak Hukum” :
  • Pemimpin Organisasi, para bunuh yang menamakan dirinya S.B.S.I atau “Serikat Buruh Sejahtera Indonesia”, yang keberadaan dan kegiatannya tidak diakui oleh Pemerintah RI, tanpa izin yang berwajib, telah membuat selebaran ; poster dan spanduk serta menyebarkannya kepada para buruh dan ditempelkan ditempat tempat umum, yang berisi seruan kaum buruh disemua perusahaan di Medan serta menyelanggarakan pertemua-pertemuan yang dihadiri para buruh untuk memberikan pengarahan kepada kaum buruh guna melakukan aksi mogok dan mengadakan aksi unjuk rasa kaum buruh, agar menuntut haknya yang belum dipenuhi oleh pengusaha atau Pemerintah. Para pengunjuk rasa ini sepulangnya dari Kantor Gubernur melampiaskan kekecewaannya, karena tidak bertemu dengan Gubernur, akhirnya melempari dengan batu pada Kantor-Perusahaan-Rumah yang dilewati sehingga menimbulkan kerusakan.
  • Perbuatan Ketua S.B.S.I cabang Medan ini dikualifikasikan sebagai delict ex pasal 160 jo. 55 (1) ke 1 KUH Pidana yaitu :
    “Dimuka umum dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana”
  • Istilah “bersama-sama”, bukan merupakan unsur delict ex pasal 160 KUH Pidana, sehingga tidak perlu dirumuskan dalam kwalifikasi delict tersebut.
  • Istilah Yuridis “menghasut”, ex pasal 160 KUH Pidana diartikan adalah “berupaya, agar orang lain melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan atau melakukan suatu perbuatan pidana.
  • Kasus serupa yang dilakukan oleh Ketua umum DPP S.B.S.I, Terdakwa Muchtar Pakpahan, dalam putusan – Mahkamah Agung RI No. 395.K/Pid/1995.
  • Mahkamah Agung RI No.55 PK/Pid/1996 ( Varia Peradilan No. 137, Tahun XII ), dalam putusan perkara P.K. ini diberikan Kwalifikasi delict sebagai berikut : Menghasut dimuka umum dengan lisan dan dengan tulisan supaya melakukan suatu tindakan pidana, ………….. dst
  • Perbuatan “mogok liar” diancam dengan pidana pasal 26 UU. No. 22/1957, yaitu (aksi mogok buruh disyaratkan harus memberitahukan lebih dulu kepada Penguasa dan Ketua P.4.D. Sedangkan “aksi unjuk rasa”, harus juga dengan izin lebih dulu dari Penguasa setempat ( Polisi atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya yang ditunjuk ). Tidak dipenuhinya syarat ini diancam pidana ex pasal 510 KUH Pidana.
  • “Perbuatan Pidana” yang dimaksud dalam pasal 160 KUH Pidana, dalam kasus S.B.S.I tersebut, adalah perbuatan pidana dalam pasal 26 UU No. 22/1957 dan pasal 510 KUHP.
  • Putusan Pengadilan Tinggi di Medan dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena Hakim banding memberikan pidana jauh lebih berat dari pidana yang dijatuhkan oleh Hakim pertama, bahkan lebih berat dua kali dari pidana yang dijatuhkan oleh Jaksa I Penuntut Umum, tanpa pertimbangan yang cukup.
  • Demikian catatan atas kasus ini.

Sumber :
Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XII No.140.MEI.1997. Hlm 31

Anda mungkin juga berminat