Jenis Sertifikat Tanah Dan Sifat Pembuktian Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak
Sumber Foto : tstatic.net
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria sertifikat tanah yang sah di mata hukum adalah:
- Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah sertifikat atas kepemilikan penuh hak lahan dan/atau tanah yang dimiliki pemegang sertifikat tersebut. SHM sering disebut sertifikat yang paling kuat karena pihak lain tidak akan campur tangan atas kepemilikan tanah atau lahan tersebut. Jika melihat karakteristiknya, tanah dengan sertifikat SHM adalah tanah dengan nilai yang paling tinggi (mahal).
- Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) berlaku pada kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau apartemen (rumah susun) yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan hak atas seseorang untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri. Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dimiliki oleh pemerintah ataupun tanah yang dimiliki perseorangan atau badan hukum. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) ini berlaku hingga 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.
- Girik atau Petok yaituTanah dengan jenis surat Girik dan Petok sebenarnya bukan merupakan administrasi desa. Girik atau petok bukan sertifikat kepemilikan tanah serta berfungsi untuk menunjukkan penguasaan atas lahan dan keperluan perpajakan. Di dalam surat girik atau petok terdapat nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-beli maupun waris. Umumnya surat girik dan petok harus disertai dengan Akta Jual Beli atau Surat Waris.
- Acte van Eigendom adalah bukti kepemilikan tanah sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pada saat ini bukti kepemilikan Acte van Eigendom dapat dikonversi menjadi SHM selambat-lambatnya 20 tahun semenjak diundangkannya undang-undang pokok agraria.
- Akta Jual Beli (AJB) ini bukan sertifikat rumah, melainkan perjanjian jual-beli dan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah (akibat dari jual-beli). AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah bagi pembuatnya (pacta sunt servanda), baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik. Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda.
Sifat pembuktian tanah sertifikat sebagai tanda bukti hak, dapat kita lihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
Pasal 32 :
- Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
- Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
Maka berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Peraturan PemerintahNomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sistem publikasi negatif, yaitu sertifikat merupakan surat tanda bukti yang mutlak.