Hakim Membatalkan Sertifikat Hak Milik Tanah

Kategori : Putusan Terpilih

Pengadilan Tata Usaha Negara di Bandung:

No. 27/G/1997/P.TUN.BDG, tanggal 16 Desember 1997.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta :

No.35/B/1998/PT.TUN.JKT, tanggal 3 Desember 1998.

Mahkamah Agung RI :

No. 11.K/TUN/2000, tanggal 30 Januari 2001.

Catatan :

  • Abstrak Hukum yang dapat diangkat dari putusan Mahkamah Agung tersebut diatas sebagai berikut :
  • Pejabat Kantor Pertanahan yang memproses balik nama dalam “Sertifikat Hak Milik Tanah” (SHM) yang bersumber pada Akta Jual-Beli PPAT, dimana tanah yang menjadi objek jual-beli tersebut merupakan tanah guntai (absentee) – Redistribusi – Landreform, maka dalam proses tersebut, Pejabat TUN yang bersangkutan harus memperhatikan PP No. 224/tahun 1961 jo PP No. 4/tahun 1977. Konsekwensi Yuridisnya, bilamana balik nama tanah tersebut, tidak sesuai/melangggar PP No. 244/tahun 1961 (ic. pembeli berdiam diluar Kecamatan letak tanah yang dibeli dan melebihi luas maximum tanah yang boleh dimiliki), maka perbuatan hukum jual-bali tanah tersebut mengandung cacat hukum, sehingga Pejabat Pertanahan yang memproses dan mengabulkan balik nama tanah dalam SHM tersebut dinilai telah melanggar UU dan merupakan tindakan Pejabat TUN yang ssewenang-wenang, ex pasal 53 (2) huruf “b” dan “c” dari UU No. 5/ tahun 1986. Karenanya, SHM tanah yang bersangkutan harus dinyatakan batal dan harus dicabut.
  • Dari segi Hukum Acara Perdata, Putusan Pengadilan Tinggi telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi, dengan alasan putusan Yudex Facti a’quo, dinilai salah menerapkanhukum atau tidak memberikanpertimbangan hukum yang lengkap sempurna (onvoldoende gemotiveerd), karena alam Putusan Pengadilan Tinggi a’quo, dipertimbangkan, bahwa Hakim Banding sependapat engan pertimbangan dari Hakim Pertama, tetapi tidak sependapat dengan pertimbangan bagian lainnya.
  • Dengan pertimbangan hukum yang demikian itu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi seharusnya menjabarkan dalam Amar Putusannya “bagian” mana dari petitum yang dikabulkan dan “bagian” mana yang ditolak atau tidak dapat diterima. Vide pasal 178 H.I.R. jo 189 RBg.
  • Demikian catatan atas putusan diatas.

Sumber :

Majalah Hukum Varia Peradilan No. 220. Tahun.XIX. Januari. 2004. Hlm. 28.

Putusan Tersedia : Mahkamah Agung RI

Anda mungkin juga berminat