Dalam aktivitas jual beli, pembeli semestinya mengetahui asal-usul barang yang diperjualbelikan. Tujuannya tentu saja agar terhindar dari permasalahan hukum dikemudian hari. Terhadap penjual maupun pembelinya barang hasil tindak kejahatan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penadahan:
“Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900, dihukum:
- karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
- barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan.”
Sebagaimana terdapat dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP, dibagi atas dua bagian, yaitu:
- Membeli, menyewa dsb. (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya bahwa barang itu berasal dari curian. Di sini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli arloji itu hendak mencari untung;
- Menjual, menukarkan, menggadaikan dsb. dengan maksud hendak mendapat untung dari barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A yang mengetahui bahwa arloji berasal dari curian, disuruh oleh B (pemegang arloji itu) menggadaikan arloji itu ke rumah gadai dengan menerima upah.
Jadi, apabila barang tersebut dijual dengan harga yang jauh dibawah harga pasar, atau terdapat gelagat atau hal-hal yang patut untuk dicurigai lainnya, tentunya kita sebagai calon pembeli memerlukan pembuktian bahwa barang tersebut bukan hasil kejahatan.
Sumber:
Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)