Apa Itu Sita Marital? Dan Bagaimana Cara Pelaksanaannya?
Sumber Foto : https://apeopleschoice.com
Sita Marital? bagi anda yang pernah mengalami percerain mungkin tak asing mendengar kata tersebut. Dan kali ini mimin yuridisID akan menjelaskan apa itu sita marital dan bagaimana cara pelaksanaannya agar menambah wawasan anda semua. Berikut penjelasannya :
Sita Marital merupakan sita yang diletakkan atas harta bersama suami istri, baik itu harta yang ada dalam penguasaan suami atau istri. Sita Marital diajukan di pengadilan pada saat proses perceraian berlangsung. Tujuan sita marital berbeda dengan sita jaminan pada umumnya yaitu untuk menjamin pembayaran debitur kepada kreditur. Adapun Sita Marital bertujuan untuk membekukan “harta bersama” suami istri agar harta dimaksud tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perceraian atau selama proses pembagian harta.
Sita marital bagi perceraian suami-istri yang beragama Islam/muslim diatur Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”) Jo. Pasal 95 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
Cara pelaksanaan sita marital diatur pada Pasal 78 huruf c UU Peradilan Agama Jo. Pasal 95 dan Pasal 136 ayat (2) KHI sebagai berikut:
Pasal 78 huruf c UU Peradilan Agama
selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat, pengadilan dapat: menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Pasal 95 KHI
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2), huruf c Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 serta pasal 136 ayat (2),suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya.
(2) Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
Pasal 136 ayat (2) KHI
“Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atau permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan Agama dapat :
a. menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami.
b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.”
Pasal 95 KHI memungkinkan untuk dilakukan sita marital oleh seorang suami/istri dalam suatu perkawinan tanpa melakukan gugatan perceraian. Sedangkan, Pasal 136 ayat (2) KHI mengatur sita marital yang dilakukan selama berlangsungnya sidang perceraian. Jadi, berdasarkan Pasal 95 KHIdan Pasal 136 ayat (2) KHI, pelaksanaan sita marital hanya dapat dilakukan oleh seorang suami/istri yang masih terikat dalam ikatan perkawinan dengan cara mengajukan permohonan sita marital kepada Pengadilan Agama.
Nah, itulah info sekilas dari mimin yuridisID. Semoga bermanfaat dan Jangan Lupa di Share!! 🙂