Apa Itu Eksekusi Riil & Bagaimana Tata Cara Eksekusi Rill?
Sumber Foto : https://www.gannett-cdn.com
Di ranah pengadilan pasti kita sering mendengar kata-kata “EKSEKUSI”. Dalam kamus besar bahasa indonesia eksekusi merupakan pelaksanaan putusan hakim; pelaksanaan hukuman badan peradilan, khususnya hukuman mati: yang terhukum sudah menjalaninya; penjualan harta orang karena berdasarkan penyitaan. Nah, kali ini mimin akan membahas tentang salah satu eksekusi di pengadilan yaitu eksekusi riil.
Eksekusi Riil eksekusi riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan mengosongkan benda tetap
kepada orang yang dikalahkan, tetapi perintah tersebut tidak di laksanakan secara sukarela. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 1033 Rv. dalam Pasal 200 ayat (11) HIR, dan Pasal 218 ayat (2) R.Bg. hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang.
Adapun Tata Cara Eksekusi Riil sebagai berikut :
- Permohonan pihak yang menang
Jika pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara tersebut untuk dijalankan secara paksa hal-hal yang telah disebutkan dalam amar putusan. Permohonan pengajuan eksekusi kepada Ketua Pengadilan merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh pihak yang menang agar putusan tersebut dapat dijalankan secara paksa sebagaimana tersebut dalam Pasal 207 ayat (1) R.Bg. dan Pasal 196 HIR. Jika para pihak yang menang ingin putusan Pengadilan
supaya dijalankan secara paksa, maka ia harus membuat surat permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, memohon agar putusan supaya dijalankan secara paksa karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut. Tanpa ada surat permohonan tersebut maka eksekusi tidak
dapat dilaksanakan. - Penaksiran biaya eksekusi
Jika Ketua Pengadilan telah menerima permohonan eksekusi dari pihak yang berkepentingan, maka segera memerintahkan meja satu untuk menaksir biaya eksekusi yang diperlukan dalam pelaksanaan eksekusi yang dilaksanakannya. Biaya yang diperlukan meliputi biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi-saksi dan biaya pengamanan serta lain-lain yang dianggap perlu. Setelah biaya eksekusi tersebut dibayar oleh pihak yang menghendaki eksekusi kepada Panitera atau petugas yang ditunjuk untuk mengurus biaya perkara, barulah permohonan eksekusi tersebut didaftarkan dalam register eksekusi. - Melaksanakan peringatan (Aan maning)
Aan maning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan berupa teguran kepada pihak yang kalah agar ia melaksanakan isi putusan secara sukarela. Aan maning dilakukan dengan melakukan panggilan terhadap pihak yang kalah dengan menentukan hari, tanggal dan jam persidangan dalam surat panggilan tersebut. Memberikan peringatan (Aan maning) dengan cara :
(1) melakukan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan, Panitera dan pihak yang kalah,
(2) memberikan peringatan atau tegoran supaya ia menjalankan putusan Hakim dalam
waktu delapan hari,
(3) membuat berita acara Aan maning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam sidang tersebut sebagai bukti othentik, bahwa Aan maning telah dilakukan dan berita acara ini merupakan landasan bagi perintah eksekusi yang akan dilaksanakan selanjutnya. Apabila pihak yang kalah tidak hadir dalam sidang Aan maning, dan ketidakhadirannya dapat dipertanggungjawabkan, maka ketidak hadirannya itu dapat dibenarkan dan pihak yang kalah itu harus dipanggil kembali untuk Aan maning yang kedua kalinya. Jika ketidakhadiran pihak yang kalah setelah dipanggil secara resmi dan patut tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka gugur haknya untuk dipanggil lagi, tidak perlu lagi proses sidang peringatan dan tidak ada tenggang masa peringatan. Secara ex officio Ketua Pengadilan dapat langsung
mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada Panitera/Jurusita. - Mengeluarkan surat perintah eksekusi
Apabila waktu yang telah ditentukan dalam peringatan (Aan maning) sudah lewat dan ternyata pihak yang kalah tidak menjalankan putusan, dan tidak mau
menghadiri panggilan sidang peringatan tanpa alasan yang sah, maka Ketua
Pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi dengan ketentuan :
(1) perintah eksekusi itu berupa penetapan, (2) perintah ditujukan kepada Panitera atau Jurusita yang namanya harus disebut dengan jelas, (3) harus menyebut dengan jelas nomor perkara yang hendak dieksekusi dan objek barang yang hendak dieksekusi, (4) perintah eksekusi dilakukan di tempat letak barang dan tidak boleh di belakang meja, (5) isi perintah eksekusi supaya dilaksanakan sesuai dengan amar putusan. Para praktisi hukum berbeda pendapat tentang kapan surat perintah eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan, apakah surat perintah eksekusi tersebut dikeluarkan terhitung sejak panggilan tidak dipenuhi oleh pihak yang kalah, atau setelah pihak yang menghendaki eksekusi mengajukan permohonan kembali setelah pihak yang kalah tidak mau mengindahkan peringatan sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan. Pendapat yang terakhir ini banyak dipergunakan oleh Pengadilan dalam melaksanakan eksekusi riil dengan pertimbangan bahwa pendapat yang terakhir itu lebih logis daripada pendapat yang pertama. Permohonan pelaksanaan eksekusi penting untuk kelengkapan administrasi eksekusi, di samping itu permohonan pelaksanaan eksekusi diperlukan untuk adanya kepastian pelaksanaan eksekusi itu sendiri, sebab tidak sedikit pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan setelah diadakan peringatan bersedia melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga tidak perlu dilaksanakan eksekusi lagi.
Selain dari hal tersebut di atas, maka praktisi hukum masih mempersoalkan kepada siapa perintah eksekusi diberikan, apakah kepada Panitera atau Jurusita, atau juga kepada kedua-duanya secara bersamaan. Terhadap hal ini sebenarnya dapat dipedomani beberapa ketentuan perundang-undangan. Menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Nomor : 14 Tahun 1970 dikemukakan bahwa pelaksanaan
putusan Pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Jurusita yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Kemudian dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor : 13 Tahun 1965 ditentukan dalam perkara perdata, Panitera melaksanakan keputusan Pengadilan bertindak pula sebagai Jurusita. Dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (6) HIR, Pasal 209 ayat (1), Pasal 210 ayat (1) R.Bg. penyitaan dilakukan oleh Panitera dengan dibantu oleh dua orang saksi. Kemudian dalam Pasal 197 ayat (3) HIR. dan Pasal 209 ayat (2) R.Bg. ditentukan apabila Panitera berhalangan, ia dapat diganti oleh orang ditunjuk untuk itu. Melihat kepada peraturan perundang-undangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang diberi wewenang untuk melaksanakan eksekusi adalah Panitera. Apabila Panitera berhalangan maka dilakukan oleh Jurusita. Jadi tidak dilaksanakan bersama-sama, melainkan Panitera sendiri atau Jurusita sendiri
dengan dibantu oleh dua orang saksi. - Pelaksanaan eksekusi riil
Perintah eksekusi yang dibuat Ketua Pengadilan, Panitera atau apabila ia berhalangan dapat diwakilkan kepada Jurusita dengan ketentuan harus menyebut dengan jelas nama petugas dan jabatannya yang bertugas melaksanakan eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) HIR dan Pasal 209 R.Bg. Dalam pelaksanaan eksekusi tersebut, Pantiera atau Jurusita dibantu dua orang saksi berumur 21 tahun, jujur dan dapat dipercaya yang berfungsi membantu Panitera atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (6) HIR dan Pasal 210 R.Bg. Panitera atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi harus datang ke tempat objek barang yang di eksekusi, tidak dibenarkan mengeksekusi barang-barang hanya di belakang meja atau dengan cara jarak jauh. Eksekusi harus dilaksanakan sesuai dengan bunyi amar putusan, apabila barang-barang yang dieksekusi secara nyata berbeda dengan amar putusan, maka Panitera atau Jurusita yang melakukan eksekusi harus menghentikan eksekusi tersebut, dan membuat berita acara bahwa eksekusi tidak dapat dilaksanakan karena amar putusan dengan objek yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Berita acara eksekusi harus memuat hal-hal : (1) jenis barang-barang yang dieksekusi, (2) letak, ukuran dan luas barang tetap yang dieksekusi, (3) hadir tidaknya pihak yang tereksekusi, (4) penegasan dan keterangan pengawasan barang, (5) penjelasan non bavinding bagi yang tidak sesuai dengan amar putusan, (6) penjelasan dapat atau tidaknya eksekusi dijalankan, (7) hari, tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan eksekusi. (8) berita acara eksekusi ditanda tangani oleh pejabat pelaksana eksekusi, dua orang saksi, Kepala Desa/Lurah setempat dan tereksekusi. Kepala Desa/Lurah, Camat dan tereksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menandatangani berita acara. Namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul di belakang hari, sebaiknya kepada mereka ini diharuskan menandatangani berita acara eksekusi yang dibuat oleh Panitera atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi tersebut. Berdasarkan Pasal 197 ayat (5) HIR, Panitera atau orang yang ditunjuk sebagai penggantinya membuat berita acara eksekusi yang dilakukannya, dan kepada tereksekusi supaya diberitahukan tentang eksekusi tersebut jika ia hadir pada waktu eksekusi dilaksanakan maka pemberitahuan itu dilaksanakan dengan
cara menyerahkan salinan/ fotocopy berita acara eksekusi tersebut.
itulah tata cara pelaksanaan eksekusi riil, semoga bermanfaat 🙂
Sumber :
-
Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
-
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
-
Pasal 57 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965