Memahami Dasar Hukum Asuransi

Sumber foto : https://storage.googleapis.com/finansialku_media/wordpress_media/2018/09/Bagaimana-Cara-Kerja-Hukum-Asuransi-Finansialku-1.jpg

Asuransi tentu saja tidak menjadi sesuatu yang asing lagi bagi kebanyakan orang, melihat jumlah pengguna asuransi semakin hari semakin tinggi di Indonesia. Jenis-jenis pengguna asuransi ini didominasi oleh berbagai macam produk asuransi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan serta asuransi perlindungan harta benda untuk mobil, rumah, dan lain-lain sebagainya. Asuransi sebenarnya adalah produk keuangan yang sama seperti menabung untu dimiliki. Kegunaannya adalah memberikan perlindungan untuk kebutuhan yang bisa datang tanpa kita duga dimasa depan. Beberapa dari kita banyak yang ragu karena tidak secara jelas mengetahui dasar hukum asuransi maupun regulasi pelaksanaannya.

Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi, tetapi banyak yang juga tidak mengerti mengenai penggunaan serta manfaat sebenarnya dalam asuransi yang mereka gunakan. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai kebijakan yang ditetapkan asuransi itu. Misalnya saja penggunaan asuransi kendaraan yang setidaknya akan memberikan bantuan perbaikan untuk tertanggung karena kerugian kerusakan mobilnya. Begitu juga dengan penggunaan asuransi kesehatan memberikanmu hak agar asuransi memberikan penggantian biaya pengobatan. Sedangkan asuransi lainnya, pihak asuransi mempunyai kewajiban untuk menanggung baya yang timbul dari kejadian tersebut.

Karena masyarakat banyak yang tidak mengetahui dasar hukum mengenai asuransi ini, dibeberapa kasus seringkali menemukan nasabah yang kecewa dan merasa dirugikan akibat penggunaan asuransi dan dirasa tidak maksimal dan tidak sesuai dengan harapan mereka, dimana kurang pemahaman akan pasal serta peraturan yang wajib kita ketahui sebelum memutuskan untuk menggunakan asuransi.

Pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi sebagai sebuah pernjanjian dan asuransi sebagai sebuah mekanisme pengalihan risiko. Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung.  Berdasarkan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, menyebutkan :

“Asuransi adalah Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,  kerusakan  atau  kehilangan  keuntungan  yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”

Kemudian didalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan bahwa:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

Apabila kita simpulkan bahwa dapt dikatakan asuransi adalah sebuah bentuk perjanjian di mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang didalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu; dan
  4. Suatu sebab yang halal.

Karakteristik secara khusus sebuah perjanjian tersebut dijelaskan dalam pasal 1774 KUH Perdata yang menyatan bahwa :

“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kerjadian yang belum pasti.

Demikianlah adalah persetujuan pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”

Menurut pasal 255 KUH Dagang, menyebutkan bahwa : “Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis.” Maka baik itu masa berlaku asuransi akan didasarkan pada penutupan yang terjadi, dimana hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung akan timbul saat asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Setelah adanya perjanjian kontrak sementara tersebut, maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi.

Pertanggungan atau asuransi merupakan sebuah bentuk perjanjian, maka demikian dalam hal ini memiliki resiko batal atau dibatalkan jika memenuhi syarat sahnya perjanjian yang mengacu pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Batalnya perjanjian asuransi juga bisa terjadi berdasarkan ketentuan berikut :

(1) Pasal 251 KUH Dagang menyebutkan bahwa : “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.”

(2) Pasal 269 KUH Dagang menyebutkan bahwa : “Semua pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya, adalah batal, bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah menyuruh mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu.”

(3) Pasal 272 KUH Dagang : “Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan datang melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk bahaya itu juga.

Dalam hal itu, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru, baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan.

(4) Pasal 282 KUH Dagang menyebutkan bahwa : “Bila batalnya perjanjian terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung, penanggung mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana, bila ada alasan untuk itu.”

(5) Pertanggungan batal bila diadakan:

  1. Dihapus dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2;
  2. Dihapus dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2;
  3. Dihapus dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2;
  4. atas barang-barang yang menurut undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah tidak boleh diperdagangkan; 51. atas kapal-kapal, baik kapal Indonesia maupun asing yang dipergunakan untuk pengangkutan barang-barang tersebut dalam 40.

Begitulah penjelasan mengenai Memahami Dasar Hukum Asuransi, semoga sahabat yuridis lebih mengerti akan dasar hukum serta mekanisme pelaksanaan Asuransi. Hal ini bertujuan agar sahabat yuridis paham betul mengenai hak dan kewajiban sahabatan yuridis sebagai nasabah di sebuah perusanaan asuransi.

 

Sumber : 

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

 

Anda mungkin juga berminat